Sabtu, 27 Oktober 2012

LESATAN HALUS PANAH KPK

Kasus-kasus korupsi yang masuk di berbagai media massa di Indonesia sering kali membuat kita lirih. Sedih, duka, dan kecewa menjadi warna yang menghiasi wajah masyarakat Indonesia. Berbagai kasus yang sejatinya diungkap dengan suara merdu menjadi fals karena “kabel microphone terputus oleh tangan-tangan jahil”. 

Seorang Arjuna dengan busur indah melesatkan panah mengkilatnya untuk membuka tabir kasus-kasus korupsi di Indonesia. Awalnya mereka silau oleh lesatan panah itu hingga bersembunyi, namun seolah-olah mereka terbiasa dengan panah itu dan jiwa mereka tertantang untuk menangkis serangan-serangan panah sang Arjuna. Anak panah itu berhasil mereka tangkap dan dipatahkan namun, apa anak panah itu berhenti melesat? Desingan panah yang meluncur tajam itu terus melaju ratusan bahkan ribuan kali lebih banyak demi membuka tabir korupsi di Indonesia. 

Anak-anak panah yang melesat mencari titik merah itu kita kenal dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Instantsi pembuka jalan kebenaran ini dibentuk sejak masa pemerintahan Presiden SBY. Bagaikan lesatan anak panah yang menembus kabut gelap, KPK berhasil membuka titik-titik terang masuknya sinar mentari bagi perubahan di Indonesia. Berbagai gebrakan pemecah kebuntuan terhadap kasus korupsi telah KPK lakukan. Suara KPK bagaikan nyanyian putri duyung yang mampu mencabut nyawa para koruptor. 


Sepak terjang KPK di dunia pemberantasan korupsi tidak hanya mendapat dukungan tapi juga perlawanan. Aksi politis perlawanan itu membuat KPK bersyukur; itu artinya mereka disegani karena sinar kebenaran mereka ditakuti. 


Kini, KPK mulai menggeliat mencari dukungan dan empati dari masyarakat dengan membuat film yang berjudul “Kita Vs Korupsi (KvK)”. Sebuah sosialisasi terhadap gerakan anti korupsi dari KPK terhadap penyakit masyarakat yang menjadi fenomena dari zaman Indonesia belum merdeka. 


Film KvK merupakan satuan dari empat film pendek yang bercerita tentang perjuangan menghadapi gejolak pilihan kebenaran. Film ini memiliki sudut pandang yang sederhana, berupa realitas kehidupan yang penuh dengan sekelumit godaan yang tidak kita sadari. 

Rumah Perkara, menjadi film pembuka berhasil menarik rasa penasaran penonton dengan berbagai pertanyaan terhadap sikap lurah Yatna (Teuku Rifnu Wikana) yang mengkhianati kepercayaan warga desa dengan membantu penggusuran rumah warga. Sebuah proyek pembangunan real estate membuatnya lupa akan dari mana ia berasal. Belum lagi kisah perselingkuhannya dengan Ella (Ranggani Puspandya) membuat film ini menjadi semakin kompleks. 


Lepas dari keriuhan film pertama; film kedua arahan Lasja F. Susatyo menghadirkan lanunan tawa yang ringan lewat film Aku Padamu. Film komedi romantis ini bercerita tentanang kehidupan cinta Vano (Nicholas Saputra) dan Laras (Revalina S. Temat) yang memperjuangkan cinta mereka lewat kawin lari. Perjuangan mereka berakhir di KUA karena mereka lupa membawa kartu keluarga. Seorang calo dengan godaan yang hadir di sisi mereka (Norman Akyuwen) membuat laras teringat ayahnya yang mempersulit gurunya di masa kecil, Arwoko (Ringgo Agus Rahman) dalam berkarya di dunia pendidikan. 


Kembali ke tahun 70-an, film pendek ketiga yang berjudul Selamat Siang, Risa! Menghadirkan seorang pria bernama Arwoko (Tora Sudiro) yang bekerja sebagai pengawas gudang dengan sikap tegasnya yang jujur dan anti berbuat curang. Namun ujian kehidupan datang ketika salah seorang anaknya sedang menderita penyakit parah, sementara ia dan istrinya, Niken (Dominique) sama sekali tidak memiliki uang. 


Kisah terakhir yang dihadirkan dalam Kita Versus Korupsi adalah film pendek Chairun Nissa yang berjudul Psssttt… Jangan Bilang Siapa-Siapa. Film pendek ini berkisah mengenai penelusuran seorang siswi sekolah mengenah atas. Melalui kamera video yang baru dibeli Gita (Alexandra Natasha), ia malah tidak sengaja menangkap kasus-kasus menggelikan disekolahnya yang melibatkan teman-temannya. 

Film KvK ini dihadirkan secara terbatas, hanya dirilis melalui rangkaian roadshow dari kota ke kota. Film yang disuguhkan dengan realita kehidupan masyarakat ini memang patut diacungi jempol, karena tidak biasanya kita melihat sindiran secara halus ketika melihat berbagai pemberitaan di media massa mengenai kasus-kasus korupsi. 

Banyak cara untuk menyentuh hati nurani manusia, bukan hanya dengan aksi demo dan pelecehan secara verbal; dengan aksi-aksi kreatif seperti yang dilakukan KPK misalnya, mampu menghadirkan rasa gerah, gelak tawa, tanda tanya, senyum manis dan berbagai sentuhan yang lebih halus namun tetap tajam maksudnya. Aksi kreatif KPK ini mengingatkan kita untuk menjadi busur-busur panah yang tajam dengan lesatan halus penuh kreativitas untuk menentang aksi korupsi di Indonesia. Satu hal yang pasti yang diingatkan KPK bahwa korupsi itu bukan budaya, namun proses belajar yang salah yang diteruskan. Siapa yang mau menghentikannya kalau bukan kita sendiri?